Satu Hari Bernama “Wisuda”

➖ Untuk kedua orang tua

Rabu pagi mengurai macet dari Ringroad menuju Gedung Sportorium, tempat dimana acara wisuda dihelat. Di balik kemudi, adalah mbak MUA yang berbaik hati mau mengantarkan kami ke lokasi. Saya dan dua teman lain tidak melempar banyak obrolan. Dalam diam, kami sibuk menata perasaan.

Hari ini, hari dimana pemberhentian terakhir dari proses panjang berkuliah. Untuk itu saya meyakini kalau wisuda bukan semata seremonial, melainkan momen sakral yang tidak ternilai.

Bapak dan Ibu yang sudah tiba di Jogja sejak pukul 1 dini hari, baru bisa ditemui pagi ini. Sebab mereka datang ke guest house, sementara saya stay di kost untuk dirias sejak pagi-pagi buta. Keduanya berdiri di pelataran Sportorium dekat tenda-tenda penjaja jasa foto, wajah mereka berseri. Entah karena sekian lama kami tidak bertemu, atau karena saya dandan cantik sekali pagi itu, atau karena mereka sudah menunggu momen ini sejak lama; mengantar pendidikan anaknya hingga wisuda. Saya mencium tangan mereka, lalu bergegas kembali ke barisan calon wisudawati dari prodi Ilmu Komunikasi yang bersiap memasuki gedung.

Bersepatu hak tinggi, berjubah dan bertopi toga, berselempang cumlaude, saya berjalan setegak yang saya bisa, tidak pernah merasa sedemikian percaya diri dalam hidup. Irama kaki mengantarkan langkah menuju kursi dimana nama saya tertulis. Di samping saya, di depan, di belakang, sejauh mata memandang, semua teman-teman hadir dengan penampilan terbaik untuk hari terbaiknya.

Seketika hati saya menghangat.

Teringat memori 4 tahun yang lalu melakukan tes seleksi masuk UMY jalur PBT di gedung ini. Ketika sebelum masuk, Bapak mengusap kepala saya dan mengucap “Bismillah bisa”. Lalu disinilah saya, tak henti-henti mengucap alhamdulilah karena bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan tepat waktu dan sebaik yang bisa diri ini lakukan.

Rektor memasuki gedung, potongan ayat Al-Qur’an dilantunkan, Mars Muhammadiyah menggema, para wisudawan dan wisudawati berdiri, sambutan-sambutan… segala rangkaian acara berjalan tidak terasa. Hingga sampai pada puncak acara, yaitu nama kami satu per satu akan dipanggil lengkap dengan predikat kelulusan, kami akan berjalan ke depan, menerima Ijazah dan Al-Qur’an sebagai simbol pengganti pemindahan tali toga dari kiri ke kanan. Wajah kami akan tampil di layar, kamera di sudut kiri kanan siap mengabadikan raut bahagia kami. Tapi lebih dari itu, orang tua akan mendengar nama anak mereka dipanggil, bertepuk tangan, dan menjadi yang paling berbahagia atas hari ini. Mereka berhasil. Berhasil melebarkan sayap anaknya untuk terbang menjangkau lautan pengalaman dan ilmu, berhasil mengantarkan anaknya ke kesempatan hidup yang lebih baik.

“Elsi Yuliyanti, dengan predikat cumlaude…”

Itu kalimat yang saya dengar ketika akhirnya menuntaskan kewajiban studi ini dan menerima Ijazah.

“Elsi Yuliyanti… Pilihan pertama Ilmu Komunikasi, kan? Selamat, ade masuk pilihan pertama.”

Itu kalimat yang sepersekian detik terputar di ingatan, kalimat bagaimana semua ini berawal.

***

Saya berjalan tergesa, sembari handphone sibuk melakukan panggilan. Semua pemandangan pasca selesainya acara, sarat akan emosi haru dan bangga. Para orangtua berhamburan membaurkan diri, memeluk dan mengusap kepala anak laki-laki atau anak perempuan kebanggaan mereka. Pada titik ini, saya ingin segera merangkul orangtua saya. Tapi dimana mereka?

“Mah, di sebelah mana?” Serbu saya ketika akhirnya panggilan telepon terhubung.

“Di tempat yang pagi tadi,” sahut Ibu saya di ujung telepon.

Ketika akhirnya berhasil membebaskan diri dari kerumunan orang-orang yang memenuhi area dalam dan luar Gedung Sportorium, di pelataran itulah saya menjumpai orang tua saya, dengan bucket bunga cantik di tangan mereka. Saya menghamburkan diri memeluk keduanya.

Tidak, saya tidak ingin menangis. Tidak akan menangis. Jangan sampai menangis. Tapi saya tidak bisa mengungkapkan betapa saya berterimakasih kepada mereka tanpa tangis yang pecah. Maka di pelataran itulah kami, sama-sama mengungkap rasa syukur dengan airmata.

Saya meminta maaf karena tidak bisa mempersembahkan status “lulusan terbaik”, saya berterimakasih karena Ibu dan Bapak sudah menemani saya sampai sejauh ini dan percaya kalau saya lebih dari mampu, saya dengan penuh rasa malu mengucap terimakasih karena mereka sudah mau bekerja begitu keras, tak tidur siang malam hingga pola makan tidak teratur.

Saya tidak akan bisa berada disini tanpa kesadaran tinggi mereka akan pentingnya pendidikan. Mereka lulusan SD dan SMP, saya pemalas dan ranking saya semakin terjun bebas ketika SMA, dan lingkungan saya banyak memberikan contoh untuk menikah muda lalu pergi merantau untuk berdagang. Tolong katakan, keberuntungan apa yang saya punya hingga bisa turun di keluarga yang sangat suportif dan berani berbeda? Dan tolong beritahu, bagaimana cara menebus segala pengorbanan mereka?

“Mamah mah teu masalah Eci lulus jadi terbaik atau henteu, ayeuna bae ge bungah mamah mah yakin. Alhamdulilah.”

“Selamat nya, Eci. Ku Bapak dido’akeun semoga naon nu jadi cita-cita Eci bisa tercapai.”

Mamah, Bapak…

Anakmu ini belum menjadi siapa-siapa, belum punya apa-apa, belum mencapai apapun. Tapi melalui pelukan dan tangisan bahagia kalian, terimakasih sudah membuat saya merasa menjadi anak paling membanggakan di muka bumi. Saya berjanji, bahwa saya akan mempertanggungjawabkan bekal ilmu yang sudah dengan susah payah kalian berikan.

Terimakasih telah sehat dan panjang umur. Terimakasih telah menjadi pondasi yang teramat kuat dalam hidup saya. Terimakasih karena telah mengantarkan dan menemani sepanjang perjalanan. Terimakasih telah memberikan kepercayaan terhadap cita-cita saya. Dan terutama terimakasih, telah menjadi orang tua terhebat yang pernah ada.

Gelar ini, saya persembahkan untuk kalian.

Potret bahagia kami, di satu hari bernama “Wisuda”.
Elsi Yuliyanti, S.I.Kom.
Elsi Yuliyanti, S.I.Kom.
Terimakasih untuk kedua orang tua, adik tercinta, kakek dan nenek, om dan bibi serta keponakan-keponakan kecilku yang sudah menyempatkan datang. Kehadiran kalian menyempurnakan momen wisuda ini.

 

Yogyakarta,

(Rabu) 11 September 2019.

Tinggalkan komentar